Rabu, 02 Juni 2010

TEORI MOTIVASI

TEORI MOTIVASI

1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.[1] Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai keadaan yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan.[2] Sedangkan dalam istilah lain motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang memberikan semangat kerja kepada seseorang (pegawai) untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.[3] Di lain pihak motivasi juga dapat didefinisikan sebagai kekuatan psikologi yang menentukan arah perilaku seseorang dalam berorganisasi, tingkat usaha dan tingkat seseorang dalam menghadapi hambatan.[4]

Sehingga pada intinya setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang/ kelompok pastilah memerlukan yang namanya motivasi yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaan secara bersemangat, bergairah dan berdedikasi dalam mencapai produktifitas kerja yang tinggi. Sebab sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :“Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan Engkau akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakan amalan akhiratmu seakan-akan Engkau akan mati esok hari”. (HR. Ibnu Asakir).[5]

Maka bila kita mengacu dari hadits diatas sudah jelas bahwa faktor motivasi sangat diperlukan sekali dalam hal ini. Dan kenyataan menunjukkan pula bahwa kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Hasibuan juga menyatakan bahwa motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan berbuat dengan tujuan tertentu.[6] Beberapa ciri motif individu diantaranya adalah: majemuk, berubah-ubah, berbeda-beda bagi individu, dan motif yang tidak disadari oleh individu. Dan untuk melengkapi kajian ini akan diuraikan beberapa teori pendukung yang terkait dengan motivasi.

2. Teori Motivasi

a. Teori Kebutuhan dari Abraham H. Maslow

Teori ini dikembangkan oleh A.H. Maslow tahun 1943. Tenaga kerja atau karyawan yang bekerja dalam suatu institusi adalah individu-individu yang diharapkan berperan serta dalam mensukseskan tujuan institusi. Mereka semua adalah manusia yang mempunyai tujuan tertentu untuk memuaskan kebutuhannya. Sementara itu kebutuhan manusia ini sangat banyak sekali ragamnya, dan masing-masing tenaga kerja mempunyai kebutuhan yang berbeda dan berubah dari waktu ke waktu selama masa hidupnya.

Di sini yang mendasari teory Maslow adalah sebagai berikut: a). manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan, selalu menginginkan lebih banyak, keinginan ini terus-menerus dan baru akan berhenti jika akhir hayatnya tiba. b). Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi. c). Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy) yaitu sebagai berikut:

§ Kebutuhan fisiologis/ fisik (Physiological Needs)

§ Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety and Security Needs)

§ Kebutuhan rasa memiliki/ sosial (Affiliation or Acceptance Needs)

§ Kebutuhan akan prestise/ penghargaan diri (Esteem or Status needs)

§ Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self Actualization Needs) [7]

1. Kebutuhan fisiologis/ fisik (Physiological Needs) yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, dan kebutuhan ini adalah kebutuhan manusia yang paling dasar yang muncul paling dulu sebelum kebutuhan-kebutuhan yang lain. Kebutuhan pokok tersebut di antaranya yaitu: sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan/ pegawai kebutuhan tersebut biasanya diterima dalam bentuk gaji atau upah, tunjangan atau juga honorarium. Dalam usahanya untuk mencapai atau mendapatkan kebutuhan pokok tersebut karyawan juga didorong adanya hak seorang karyawan yang harus dipenuhi, yaitu dengan adanya pemberian gaji yang harus diberikan pada waktunya. Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam hadits Nabi SAW yang artinya :

“Ibnu Umar RA. Menceritakan, bahwa Rasululloh SAW. bersabda: ”Bayarlah upah/ gaji sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah).

Dengan demikian pada umumnya aktivitas seseorang pada level ini apabila kebutuhan pokok belum terpenuhi dan kiranya kebutuhan lain kurang memotivasinya.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety and Security Needs) adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yaitu merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah pada dua bentuk yaitu: a). Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa ditempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu-waktu kerja. b). Kebutuhan akan keamanan harta ditempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.

3. Kebutuhan rasa memiliki/ sosial (Affiliation or Acceptance Needs), pada dasarnya manusia selalu ingin selalu hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat yang terpencil. Karena manusia adalah makhluk sosial, yang sudah barang tentu ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok yaitu:

a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan atau oleh kelompok tempat manusia itu berada (sence of belonging).

b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sence of importance)

c. Kebutuhan akan pencapaian prestasi atau perasaan maju dan tidak gagal. Karena pada dasarnya setiap orang senang akan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan atau prestasi di segala bidang merupakan keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang (sence of achievement).

d. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sence of participation).

4. Kebutuhan akan prestise/ penghargaan diri (Esteem or Status needs) hal ini berhubungan dengan status. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula status prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan dalam banyak hal yang digunakan dalam simbol status, misalnya: kamar kerja sendiri lengkap dengan perabot ruang kerja, kursi berlengan, meja besar, memakai dasi untuk membedakan seorang pimpinan dengan anak buahnya, kendaraan/ mobil dinas dan lain sebagainya.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self Actualization Needs) kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai oleh orang lain.

Tingkatan kebutuhan manusia tersebut diatas sekaligus sebagai motivator manusia dalam meningkatkan produktivitasnya.

b. Teori ERG Alderfer

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. ERG Theory ini oleh para ahli dianggap lebih mendekati keadaan sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris. C. Alderfer dalam Hasibuan, mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

1. Kebutuhan akan keberadaan (Existence Needs)

2. Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness Needs)

3. Kebutuhan akan kemajuan (Growth Needs) [8]

- Existence Needs, berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk di dalamnya pshsiological needs dan safety needs dari A.H. Maslow.

- Relatedness needs, menekankan akan pentingnya hubungan antar individu (interpersonal relationships) dan bermasyarakat (social relationship)

- Growth needs, adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.

c. Teori Motivasi David Mc. Clelland

Nama lengkap dari tokoh ini adalah David C. Mc Clelland yang mengemukakan bahwa hakekatnya manusia mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan yang lain. Ada tiga jenis kebutuhan yang dapat memberikan dorongan, yaitu: Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement), Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affilicatin) dan Kebutuhan akan kekusaan (Need for Power).[9]

Pertama, Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena itu Need for Achievement ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kesempatan akan hal itu diberikan. Seseorang akan menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya ia akan dapat memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Kedua, kebutuhan akan afiliasi (Need for Affilicatin) ini menjadi daya pengerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena Need for Affilicatin ini yang merangsang gairah kerja seorang karyawan, sebab setiap orang menginginkan: a). Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja (Sense of Belonging). b). Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (Sense of Importance) c). Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (Sense of Achievement) d). Kebutuhan akan perasaan ikut serta (Sense of participation). Jadi seseorang karena kebutuhan afiliasi ini akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Ketiga, Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power), kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seorang karyawan. Karena itu Need for Power ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainya sehingga menimbulkan persaingan. Persaingan ini oleh pimpinan ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja dengan sehat.

d. Teori Motivator-Higinis Herzberg

Teori ini diperkenalkan oleh Frederic Herzberg. Dengan mengambil pendekatan yang berbeda dari Maslow dan Alderfer, Frederic Herzberg memusatkan dua faktor: 1) pendapatan yang dapat mengarahkan kepada tingkat motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi dan 2) pendapatan yang dapat mencegah orang menjadi tidak terpenuhi.[10] Menurut teori motivator-higinis Herzberg, orang memiliki dua susunan kebutuhan, yaitu: kebutuhan motivator dan kebutuhan higinis. Kebutuhan motivator terkait dengan sifat kerja itu sendiri dan seberapa menantangnya pekerjaan itu. Pendapatan seperti pekerjaan yang menarik, kewenangan, tanggungjawab, dan perasaan berprestasi serta pencapaian membantu untuk memenuhi kebutuhan motivator. Agar dapat memeliki tenaga kerja yang sangat termotivasi dan terpenuhi, Herzberg menyarankan, para pimpinan harus mengambil langkah-langkah untuk meyakinkan bahan kebutuhan motivator pegawai terpenuhi.

Kebutuhan higinis terkait dengan konteks fisik dan psikologis dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Kebutuhan higinis terpenuhi dengan pendapatan seperti kondisi kerja yang menyenangkan dan nyaman, upah, keamanan kerja, hubungan yang baik dengan rekan sekerja, dan pengawas yang efektif. Menurut Herzberg, jika kebutuhan higinis tidak terpenuhi, para pekerja tidak puas, dan jika kebutuhan higinis terpenuhi, para pekerja tidak kecewa. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan higinis tidak menghasilkan motivasi yang tinggi atau bahkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Agar motivasi dan kepuasan kerja menjadi tinggi, maka kebutuhan motivator harus terpenuhi.

e. Teori Pengharapan

Teori pengaharapan adalah teori motivasi yang dirumuskan oleh Victor H. Vroom di tahun 60-an, yang berasumsi bahwa tingkat usaha yang tinggi mengarah pada performa tinggi dan performa tinggi mengarah pada pencapaian hasil yang diinginkan. Teori pengharapan adalah salah satu teori tentang motivasi kerja yang paling populer karena memusatkan perhatian pada ketiga bagian persamaan motivasi: input, performa dan pendapatan. Teori pengharapan mengidentifikasikan tiga faktor utama yang menentukan motivasi seseorang yaitu: pengharapan, perantara dan valensi. [11]

- Pengharapan

Pengharapan adalah persepsi seseorang tentang tingkat dimana usaha (input) menghasilkan tingkat performa tertentu. Tingkat pengharapan seseorang menentukan apakah dia mempercayai bahwa tingkat usaha yang tinggi menghasilkan performa yang tinggi pula. Orang termotivasi untuk mengedepankan banyak usaha dalam pekerjaan mereka hanya jika mereka berpikiran bahwa usaha mereka akan memberikan performa yang tinggi, yaitu jika mereka memiliki pengharapan yang tinggi. Atau dengan kata lain, agar motivasi seseorang dapat menjadi tinggi, maka pengharapan harus tinggi.

- Perantara

Perantara adalah persepsi seseorang tentang tingkat dimana performa di tingkat tertentu menghasilkan pencapaian pendapatan. Berdasarkan teori pengharapan, pegawai termotivasi untuk melaksanakan pada tingkat yang tinggi hanya jika mereka berpikiran bahwa performa tinggi akan mengarah pada pendapatan seperti upah, keamanan kerja, penetapan pekerjaan yang menarik, bonus atau perasaan berprestasi. Dengan kata lain, perantara harus tinggi agar motivsi menjadi tinggi, orang harus melaksanakanya karena performa tingginya mereka akan menerima pendapatan.

- Valensi

Meskipun semua anggota sebuah instansi harus memiliki pengharapan dan perantara yang tinggi, teori pengharapan mengakui bahwa orang berbeda dalam preferensi mereka terhadap pendapatan. Bagi banyak orang, upah adalah pendapatan paling penting dalam bekerja, namun bagi sebagian yang lain, perasaan berprestasi atau menikmati pekerjaan seseorang lebih penting dari upah. Istilah Valensi merujuk pada seberapa diinginkannya masing-masing pendapatan yang tersedia dari sebuah pekerjaan untuk orang lain. Agar dapat memotivasi anggota, pimpinan perlu menentukan pendapatan mana yang memiliki valensi tinggi bagi mereka.

3. Jenis-jenis Motivasi

Pada dasarnya motivasi yang diberikan bisa dibagi dua yaitu motivasi positif dan motivasi negatif.[12] Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapat ”hadiah”. Sementara motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.

Pada umumnya seorang pemimpin haruslah menggunakan kedua motivasi tersebut, dengan alasan bahwa, pada jenis yang pertama, seorang pemimpin memberikan kemungkinan untuk mendapat hadiah, mungkin berwujud tambahan uang, tambahan penghargaan dan lain sebagainya. Pada jenis kedua, apabila seorang karyawan atau bawahan tidak melakukan sesuatu yang diiginkan oleh seorang pimpinan, maka pemimpin akan memberitahukan bahwa karyawan tersebut akan kehilangan sesuatu, bisa kehilangan pengakuan, uang atau bahkan mungkin jabatan.

4. Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi adalah untuk membuat semua orang bawahan atau pegawai benar-benar mau atau ingin bekerja keras untuk mencapai dan menyelesaikan segala apa yang menjadi kehendak dan rancangan organisasi.[13]

Dengan demikian motivasi kerja sangatlah penting bagi manusia terutama karyawan, manajer atau pemimpin karena motivasi yang tinggi akan dapat menunjang pekerjaan yang ditugaskan sehingga dilakukan dengan penuh bersemangat dan bergairah yang nantinya akan dicapai hasil yang optimal (prestasi tinggi) yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diiginkan dengan efisien dan efektif.

Akan tetapi pada prinsipnya tujuan daripada setiap manusia berbeda, karena manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda pula dan pada saat-saat tertentu menuntut suatu kepuasan. Dimana hal-hal yang dapat memberikan kepuasan pada suatu kebutuhan adalah menjadi tujuan dari kebutuhan tersebut. Dan prinsip umum yang berlaku bagi kebutuhan manusia adalah setelah kebutuhan satu terpenuhi atau terpuaskan, maka setelah beberapa waktu kemudian akan muncul kembali dan menuntut kepuasan yang lain lagi, begitu seterusnya.


[1] Hasibuan, SP, Malayu, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm. 216.

[2] Siswanto, Bedjo, Manajemen Tenaga Kerja, Sinar Baru, Bandung, 1989, cet ke-2, hlm. 243.

[3] Wursanto, I.G, Manajemen Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 2003, hlm. 132.

[4] Bukhori, Muhammad, dkk, Azaz-azaz Manajemen, Aditya Media, Yogyakarta, 2005, hlm. 199.

[5] Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hlm. 40.

[6] Hasibuan, SP, Malayu, Ibid, hlm. 218.

[7] Robbins, Stephen, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002, hlm. 56

[8] Hasibuan, SP, Malayu, Op.Cit, hlm. 232

[9] Hasibuan, SP, Malayu, Op.Cit, hlm. 231.

[10] Bukhori, Muhammad, dkk, Op. cit, hlm. 211.

[11] Bukhori, Muhammad, dkk, Op. cit, hlm. 203.

[12] Heidjrachman, Husnan, Suad, Manajemen Personalia, BPFE UGM, Yogyakarta, 2002, hlm. 204

[13] Atmosudirdjo, Administrasi dan Manajemen Umum, Ghalia Indonesia, 1982, hlm. 219.

& Komentar

abie berkata,

Agustus 21, 2008 pada 12:38 am

trus caranya menambah motivasi gimana???

semangadh naek turun ne.. :(

sjahrir berkata,

September 14, 2008 pada 9:04 pm

seorang teman sanggup push-up 80 kali, mengaku pada saya dengan yakinnya. Maka saya menyahuti tak percaya padanya. Mulailah ia push-up.
Pada hitungan ke 15, saya menyatakan baru 14. Ia sakit hati nampaknya… .
Tahukah anda ? Ia hanya mampu push-up hingga 40 kali. Nah… itukah motivasi negatif ??
Heheheee
Bagaimana jika yang diberikan pujian ??

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar